Reading slump membunuh saya selama beberapa bulan. Ketika ingin menyudahi itu semua, saya mengambil Tidak Ada New York Hari Ini dan Kappa dari koleksi. Dua buku tipis dengan masing-masing halaman sejumlah tidak lebih dari seratus. Keduanya memberikan pengalaman membaca yang menarik karena sama-sama buah karya dua penulis besar di negaranya masing-masing. Tidak Ada New York Hari Ini tidak perlu ditanya lagi, adalah salah satu karya lama Aan Mansyur. Sementara itu Kappa yang terbit dalam seri Sastra Dunia lungsuran KPG merupakan milik penulis Ryunosuke Akutagawa.

MENGENAI PUISI YANG SEBENARNYA

Pembacaan saya dimulai dari Tidak Ada New York Hari Ini—sebuah antologi puisi wajib bagi para penggemar Ada Apa dengan Cinta. Sekali lagi, ini juga tidak perlu ditanyakan.

Saya tidak pernah sejalan dengan puisi sebenarnya, karena merepotkan. Sulit bagi saya untuk menikmati puisi, Kendati masih membacanya sesekali. Memahami puisi berbeda dengan membaca fiksi-fiksi bernarasi panjang selayaknya cerpen atau novel. Ada lambang-lambang yang harus diterjemahkan dalam kata-kata yang singkat, sementara ketaksaan makna mencekik otak saya setiap kali mendedahkannya. Jadi apa maunya penyair ini, apakah otak saya terlalu tumpul untuk menerjemahkannya?—begitu kira-kira isi pikiran saya ketika membaca puisi.
Akan tetapi, ada cerita lain tentang Aan Mansyur.
Saya sudah berkenalan dengan tulisan-tulisannya sejak duduk di bangku kuliah. Kukila, karya pertamanya yang berhasil saya habiskan. Kekayaan diksi Aan Mansyur dan lihainya beliau dalam mengotak-atiknya menjadi gravitasi kuat yang menggeleparkan saya. Dengan tidak memasang lambang-lambang yang melejit dan hanya-bertujuan-untuk-mengindahkan-saja. Tulisan-tulisan Aan Mansyur cantik, tapi sederhana.
Maka Tidak Ada New York Hari Ini harus ada di tangan saya hari itu, dan waktu memihaknya. Dan benar saja, saya kembali tertawan oleh kehebatan Aan meracik kata-kata menjadi karsa dan rasa-rasa, selepas membacanya. Dari Cinta hingga Jika Malam Terlalu Dalam, masing-masing menghanyutkan saya dengan caranya sendiri-sendiri. Kadang, saya merasakan Lindt yang lumer dan kental membungkus lidah. Lain waktu, Bud membuat saya euforia. Kendati ada detik-detik lidah saya mencicipi air putih saja alih-alih segelas kopi yang menghangatkan.
 CINTA DALAM BERBAGAI RUPA

Tema utama dari Tidak Ada New York Hari Ini adalah segala bentuk rupa dari perasaan cinta—baik yang bertopengkan kerinduan, kecemasan, hingga harapan-harapan. Puisi berjudul Cinta adalah yang disuguhkan pertama, menjadi fragmen yang menjelaskan dengan tak terbantahkan kenapa semua puisi-puisi setelahnya perlu dituang dan dinikmati. Cinta bisa menahan jari-jari tanganmu dari berubah menjadi badai angin yang menerbangkan serpihan-serpihan abu dari tubuhmu yang terbakar waktu. Hanya cinta yang bisa membuatmu utuh dari segala jenis kemungkinan yang bisa membuat tubuhmu lebur—tidak terkecuali rindu yang keterlaluan, atau penantian.

Atau kegamangan yang tergambar begitu jelas dalam penggalan Tidak Ada New York Hari Ini. Atau hiraeth yang menggigit jiwa dan melelahkan dalam Aku Tidak Pernah Betul-Betul Pulang. Atau kepayahan menutup kenangan dalam Di Tempat Jauh Tidak Ada Masa Lalu. Atau perasaan-perasaan mencekam atas nama cinta di puisi-puisi lainnya.

Satu dari sekian banyak yang saya favoritkan adalah Batas, yang disuarakan oleh Nich dalam penggalan filmnya, yang sesungguhnya bagi saya menjadi puisi utama dalam Tidak Ada New York Hari Ini, yang memberikan sensasi Lindt dan Bud, dan kudapan-kudapan lainnya yang membuat saya meriang sekaligus bersemangat. Menariknya, tak terlalu berserak majas dan lambang yang secara teori menjadi unsur perlu dalam sebuah puisi, dan itu kabar baik bagi saya.Keseluruhan Batas digambar dengan bahasa-bahasa yang apa adanya, terutama pada bait pertama. Menjadi orientasi yang manis terhadap yang ingin disampaikan pada intinya. Lihat saja cara Aan menjelaskan bahwa semua hal yang diciptakan di dunia ini memiliki batas, atau sesungguhnya semua hal itu adalah batas. Begitu lugas hingga mudah diterima oleh nalar. Namun begitu tetap terasa indah dengan bantuan kata-kata yang memiliki emosi kuat.

Begitu juga pada bait kedua. Bedanya, bait kedua tidak hanya menyuguhkan diksi-diksi beremosi kuat. Diksi-diksi itu disortir, dipilih yang memiliki keserupaan dalam bentuk suku kata yang menyusunnya, lalu dipasang dengan hati-hati agar indah namun tentu kohesif. Hanya ada satu perumpamaan yang membuat maknanya semakin dalam, yang menggambarkan rindu sebagai hamparan laut dalam. Rindu tidak hanya dijelaskan sebagai perasaan terpisah karena rentang jarak, namun juga kecemasan-kecemasan disampingnya yang membuat jarak tidak hanya sebagai jarak, namun sesuatu yang sulit membuat manusia beranjak. Menginjak bait ketiga, batas-batas yang diterangkan lebih tak nyata. Sebagaimana Ayah menjadi batas antara ibu dan anaknya, serta senyum seorang perempuan yang menjadi batas antara diri seorang lelaki dan perasaan tidak warasnya. Juga kopi pahit yang membuatmu tetap terjaga. Lalu bait terakhir menjadi peluru utama, sebagaimana mata panah yang dipersiapkan dengan baik. kendati hanya berisi tiga baris singkat namun begitu penuh dengan emosi kuat.

Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu,
jurang antara kebodohan dan keinginanku
memilikimu sekali lagi.

ADA APA DENGAN CINTA DAN KITA?

Berbicara tentang cinta yang dijadikan tema dasar, tak lepas dari keterkaitan antologi ini dengan eksistensi sepasang Rangga dan Cinta dalam Ada Apa dengan Cinta. Bahkan, antologi ini ditulis khusus untuk menunjang karakter dan cerita-cerita tentang mereka. Namun, antologi ini tidak kemudian menjadi hanya milik Rangga dan Cinta. Sebab Rangga dan Cinta adalah kita. Perasaan mereka adalah apa yang kita rasakan. Hal ini membuat Tidak Ada New York Hari Ini memiliki relevansi yang begitu nyata, yang membuatnya mudah dinikmati oleh siapa saja.

Konflik-konflik Rangga dan Cinta adalah konflik kita semua; jatuh cinta, ingin memiliki, terpisah, dan tak tahu diri dengan kembali. Oleh karena itu dalam Tidak Ada New York Hari Ini, pembaca tidak hanya akan menemukan rangga dan cinta, melainkan juga dirinya sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *