If you would like to find out more about what ASHAN HE can do for your business or to receive a project quote, don’t hesitate to contact us.
For new clients:
ashanhe93@gmail.com
Questions & support:
tuan@ashanhe.com
Pada permulaan tahun baru, hal yang wajar dilakukan oleh—kayaknya—seluruh warga dunia adalah bikin harapan atau resolusi. Agar tidak ketinggalan zaman, saya juga punya nih resolusi untuk tahun 2023. Tidak banyak sesungguhnya, karena alhamdulillah banyak resolusi saya di tahun-tahun sebelumnya sudah tercapai kayak punya pekerjaan yang stabil, hunian pribadi, prestasi tingkat nasional.
Namun, dari beberapa resolusi tersebut, ada satu target yang bikin mata saya nanar.
Melangsungkan pernikahan jadi target utama yang harus saya wujudkan di tahun 2023, atau geser dikit di tahun 2024 oke lah.
Sudah banyak orang rajin banget setiap ketemu tanya, ‘btw, kapan nikah, nih?” sampai-sampai kayaknya itu semacam greeting yang wajar banget. Bukan, bukannya nggak mau nikah, tapi memang ada beberapa hal saja yang masih dipersiapkan. Salah satunya adalah finansial.
Sejujurnya, belum ada tabungan khusus atau simpanan tertentu yang saya alokasikan untuk kepentingan pernikahan selama beberapa tahun ke belakang. Dan ini jadi semacam bom yang meledak lebih keras dari pada kembang api pergantian tahun. Bukannya bikin saya bahagia, tapi malah ketar-ketir.
Sementara itu, tak lama lagi kepala saya menyentuh angka tiga. Orang tua zaman dahulu bilang ini usia-usia rawan pernikahan, tapi kayaknya semakin ke sini semakin jamak. Semakin banyak orang yang nggak memandang bahwa menikah cepat-cepat itu wajib.
Banyak kok contoh kasus dan alasannya. Biasanya sih karena masalah pendidikan yang belum beres, kepentingan karier, dan tentu saja (ini jokernya sih) masalah finansial. Biaya melangsungkan pernikahan dan menjalankan keluarga itu ternyata nggak sedikit, dan hal tersebut adalah batu sandungan terbesar bagi beberapa pasangan.
Semakin tingginya kasus di atas pernah sekali bikin kepala BKKBN Hasto Wardoyo khawatir. Karena masalah tersebut itu ternyata cikal bakal dari resesi seks. Resesi seks adalah keengganan seseorang untuk memiliki pasangan dan mempunyai keturunan. Kasus yang banyak terjadi di negara-negara Asia Timur seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang.
Nah, Bapak Hasto Wardoyo bilang bahwa karena masalah finansial tersebut ada lho potensi Indonesia akan mengalami resesi seks seperti negara-negara Asia Timur. Tapi kemungkinan itu terjadi masih lama. Pemerintah dan masyarakat masih punya waktu untuk menggagalkan tumbuhnya potensi tersebut.
Kita tentu nggak mau setelah (katanya) terjadi resesi ekonomi tahun 2023 dilanjut dengan resesi seks di tahun-tahun berikutnya.
Mendapatkan pekerjaan stabil dan terjamin sebagai Pegawai Negeri Sipil somehow bikin saya jadi agak tenang. Setidaknya target menikah saya mulai bisa diraba-raba. Banyak yang bilang menjadi PNS itu adalah pekerjaan idaman.
Untuk menanggulangi kesulitan finansial pra menikah, salah satu senior pernah memberikan saran untuk menyekolahkan SK PNS.
Menggadaikan SK PNS tampaknya sudah menjadi budaya ya bagi masyarakat yang baru diangkat. Karena ketika pertama kali diangkat, cerita-cerita tentang hal tersebut nggak jarang terdengar. Ada yang menggadaikan SK-nya untuk membeli mobil, memulai bisnis, bahkan membeli rumah.
Awalnya saya berpikir, apakah fenomena ini adalah sesuatu yang wajar? Tapi ternyata Sekjen KEMENKEU Kiagus Achmad Badaruddin (2012) mengatakan kalau itu bukan sebuah masalah.
“Ya tidak apa-apa, tidak ada aturan, itu tergantung krediturnya. Kan PNS itu punya kebutuhan, jadi karena dia punya kebutuhan misalkan untuk memperbaiki rumah, masukkan anak sekolah, dia pinjam ke bank, di bank itu ada mekanismenya, salah satunya adalah dengan boleh pinjem dengan menyerahkan surat keputusannya,” jelasnya.
tapi tetap saja bagi saya itu adalah sebuah masalah.
Mengajukan pinjaman dengan jumlah yang besar pada bank atau kreditur lainnya adalah sumber lahirnya uang panas. uang panas adalah uang atau dana yang didapat dari hasil berhutang.
Kelak, uang panas ini mengambil bagian yang tidak bisa diganggu gugat porsinya dari pendapatan bulanan kita. Alias, pendapatan kita selama tenor yang telah disepakati, sekian persen alokasinya hanya untuk menutupi hutang. Haram digunakan untuk kepentingan yang lain.
Sementara itu, biaya pernikahan atau kepentingan membeli mobil adalah aktivitas yang konsumtif. Tidak baik jika menggunakan uang panas untuk menutupi kebutuhan akan finansialnya. Bukannya jadi merdeka secara finansial, orang-orang yang menggunakan uang panas malah akan jadi budak kreditur.
Tidak heran, sudah banyak kok contoh pihak-pihak yang akhirnya kebakaran jenggot karena uang panas. Tidak hanya masyarakat, bahkan yang notabene melek informasi seperti PNS pun banyak yang jadi korbannya.
Kira-kira masalahnya apa, ya?
Pernah mendengar istilah literasi finansial?
Ketidakmampuan masyarakat kita dalam mengelola uang dan harta bendanya termasuk dampak dari minimnya kemampuan literasi finansial. Literasi finansial bisa diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Sederhananya, literasi finansial adalah pengetahuan dan kemampuan dasar dalam mengelola segala hal yang berkaitan dengan bidang finance atau keuangan. Baik dari proses pemenuhan, pengolahan, hingga penggunaannya di berbagai kepentingan.
Nah, pada dasarnya kompetensi literasi finansial masyarakat Indonesia memang tidak terlalu baik. Dilansir dari data World Bank pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ke-32 sebagai negara yang literat di bidang finansial. Jauh tertinggal dari negara-negara maju, bahkan Singapura. Tidak heran jika Indonesia dijadikan sebagai pasar dari berbagai produk kepentingan masyarakat dunia.
Sementara di dalam negeri, survei mengenai kompetensi ini dilakukan oleh OJK atau Otoritas Jasa Keuangan. Untuk periode tahun 2022, survei dilaksanakan di sepanjang bulan Juli hingga September 2022. Survei yang bertajuk SNLIK atau Survei Nasional Literasi Inklusi Keuangan ini dilakukan terhadap 14.6343 responden berusia 15 hingga 79 tahun dari 76 kota/kabupaten di 34 provinsi Indonesia. Jadi bisa diambil kesimpulan jika data ini cukup kredibel dijadikan sebagai cerminan dari kompetensi literasi finansial masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Hasil survei sesungguhnya menunjukkan tren positif. Indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat sudah mengalami peningkatan dari survei pada tahun 2019 silam.
Namun yang menjadi masalah adalah gap yang muncul dari indeks literasi dan inklusi masyarakat. Jika kita perhatikan, pemahaman masyarakat mengenai bidang keuangan mereka jauh lebih kecil dari ketersediaan akses mereka terhadap berbagai fasilitas keuangan.
Nilai indeks literasi dan inklusi seyogyanya tidak memiliki gap yang besar alias perlu adanya penyetaraan. Sebab, gap tersebut bisa menjadi celah dari berbagai petaka keuangan, seperti misalnya kebakaran jenggot karena uang panas. Hal ini disebabkan karena penggunaan berbagai fasilitas keuangan (resmi maupun non resmi) tanpa dasar pemahaman yang mumpuni.
Setelah melihat data tersebut, saya jadi bertanya-tanya, kira-kira saya masuk ke dalam golongan mana, ya? Apakah saya sudah literat mengenai masalah finansial atau justru masih nol besar.
Menilik pada perhitungan saya yang salah dalam mengatur budget untuk berbagai kepentingan di masa yang akan datang, tampaknya saya belum begitu literat. Kendati, akses terhadap berbagai fasilitas keuangan sudah terbilang mudah.
Kenyataan ini di satu sisi membuat saya jadi gemetar. Masalah finansial adalah masalah yang esensial, apalagi di tahun ini ketika ekonomi Indonesia (malah global) diprediksi mengalami resesi.
Tingginya indeks inklusi keuangan masyarakat menunjukkan kenyataan bahwa mereka memiliki akses yang mudah terhadap berbagai fasilitas finansial, salah satunya adalah fasilitas investasi. Tidak heran jika total pelaku investasi di Pasar Modal terus meningkat.
Pada tahun 2021, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melansir data bahwa ada sebanyak 7.48 juta investor di Indonesia. Nilai ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebab hingga Agustus 2022, jumlahnya membengkak hingga 9.54 juta Investor.
Investasi adalah salah satu cara mengelola keuangan jangka panjang yang patut diperhitungkan. Berbeda dengan tabungan yang sifatnya lebih pasif dan memiliki kemungkinan memberikan dampak buruk dengan adanya inflasi, maka investasi disinyalir mampu menjanjikan keuntungan jangka panjang dengan kecenderungan peningkatan nilai pada instrumen-instrumen investasi seperti harga saham, obligasi, dan reksa dana.
Kenaikan jumlah investor pada tahun 2022 ditengarai karena melonjaknya investor di instrumen reksa dana, Surat Berharga Negara (SBN), serta investor saham dan suat berharga lainnya.
Meningkat secara signifikannya investor di Indonesia jadi semacam pertanda baik bagi saya. Hal tersebut secara tidak langsung memberi tahu kepada masyarakat luas bahwa ada lho cara saving money selain tabungan dan keuntungannya bisa banget diandalkan.
Hanya saja, instrumen investasi kan banyak, ya. Kira-kira, investasi di instrumen apa sih yang aman dan fix menghasilkan cuan?
Ayo kita belajar bersama!
Sebelum berinvestasi, melakukan pemilihan instrumen yang aman dan cuan harus dilakukan secara teliti. Jangan sampai niat berinvestasi malah berakhir nahas karena kurangnya kegiatan berliterasi. Setidaknya, ada dua kategori instrumen yang kredibel.
Inklusi keuangan masyarakat yang indeksnya naik pesat menandakan bahwa masyarakat sekarang memiliki akses yang mudah terhadap jenis-jenis fasilitas keuangan. Namun, fasilitas tersebut tidak semuanya resmi dan mengantongi izin OJK. Oleh karena itu sebelum berinvestasi, kita harus menyelidiki terlebih dahulu legalitas dari pihak yang membuka gerbang investasi (perantara).
Seperti misalnya dalam investasi saham, kita mengenal broker. Dalam investasi surat berharga nasional, kita mengenal lembaga sekuritas. Pastikan broker, lembaga sekuritas, atau perantara-perantara tersebut sudah mengantongi izin OJK atau Otoritas Jasa Keuangan. Sebab, jika perantara tidak mengantongi izin OJK, maka sudah dipastikan wadah investasi tersebut ilegal, tidak aman, serta rentan penipuan.
Tidak mengantongi izin OJK aka ilegal adalah salah satu ciri dari jenis investasi bodong. Jenis investasi ini banyak merugikan para investor yang tidak literat.
Ciri lain dari investasi bodong adalah menawarkan keuntungan investasi yang di luar nalar. Umumnya keuntungan besar itu bisa diraih oleh investor dalam waktu yang terhitung cepat. Misalnya, investor mendapatkan keuntungan hingga lebih dari 10% dalam waktu 1 bulan. Penawaran keuntungan yang besar tersebut merupakan umpan untuk menarik investor menginvestasikan lebih banyak dana.
Untuk melancarkan aksinya, pelaku investasi bodong kerap menggunakan kalimat persuasif dan citra influencer ternama. Sebelum berpartisipasi, ada baiknya kita melakukan crosscheck kredibilitas mereka menggunakan SATGAS WASPADA INVESTASI.
Di tengah beragamnya instrumen investasi yang berkeliaran di pasar modal, mata saya sedang tertuju pada EBA Ritel. Investasi pada instrumen ini menjanjikan pengalaman memutar uang dengan aman dan cuan.
Kenapa begitu yakin?
EBA Ritel adalah instrumen investasi yang dikelola secara penuh oleh BUMN atau Badan Usaha Milik Negara. BUMN yang dimaksud adalah PT. Sarana Multigriya Finansial (Persero) di mana menjadi satu-satunya penerbit dari EBA-SP. Penerbitan tersebut diatur dalam peraturan OJK Nomor 23/POJK.4/2014. Dengan demikian, investasi ini bersifat legal.
Karena diterbitkan langsung oleh BUMN, tidak terdapat satu pun ciri-ciri investasi bodong pada investasi ini. Malah, banyak sekali keuntungan yang bisa didapatkan oleh investor dibandingkan dengan aktivitas investasi pada saham (yang umumnya menjadi investasi utama para investor).
Jika kamu pertama kali mengenal EBA Ritel, pasti bertanya-tanya, apa sih objek konkret yang menjadi sumber aliran dana dari EBA Ritel ini.
Kita tahu jika investasi saham artinya kurang lebih sama dengan berpartisipasi dalam penanaman modal pada sebuah perusahaan. Nilai profit yang kita dapatkan didasarkan pada naik turunnya keuntungan perusahaan. Profit yang kita dapatkan menjadi tidak tetap, bahkan memiliki kemungkinan turun drastis.
Sementara itu, sumber dana utama dari EBA (Efek Beragun Aset) Ritel adalah surat berharga yang terdiri atas sekumpulan aset keuangan berupa tagihan. Aset keuangan berupa tagihan yang dimaksud adalah sekumpulan Surat Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Sederhananya, ketika berinvestasi EBA Ritel, sesungguhnya kita sedang membeli surat tagihan KPR dari berbagai nasabah bank di Indonesia. Hanya saja, aset-aset tersebut telah disekuritisasi oleh SMF menjadi instrumen investasi yang bisa diperjualbelikan di pasar sekunder.
Sederhananya lagi, berinvestasi EBA Ritel sama dengan berpartisipasi dalam meminjamkan modal pada nasabah sebuah bank untuk keperluan pembelian rumah. Dengan demikian, keuntungan yang kita dapatkan berasal dari angsuran serta bunga yang disetorkan setiap bulan oleh nasabah terkait kepada bank.
Oleh karenanya, berbeda dengan investasi saham yang nilai profit-nya tidak tetap, berinvestasi EBA Ritel menjanjikan fix income dengan nilai yang sama setiap bulan.
Karena investasi EBA Ritel itu Aman dan Cuan (+ fleksibel)!
Alasan pertama tentu karena investasi EBA Ritel itu legal dan aman. Sebagai produk BUMN, penerbitan EBA-SP sudah didasarkan pada keputusan lembaga terpercaya yakni OJK. Ada pun surat tersebut bernomor 23/POJK.4/2014. Dengan demikian, menutup kemungkinan munculnya risiko buruk seperti penyelewengan dana dan penipuan sejenis lainnya.
Dari segi risiko, investasi EBA Ritel terhitung minim risiko. Instrumen ini selama bertahun-tahun (bahkan pada saat pandemi) mendapatkan rating AAA dari Pefindo. Rating AAA merupakan rating tertinggi yang menunjukkan minimalnya risiko yang diberikan dari investasi EBA Ritel.
Sebagai mana kita tahu, sumber aliran dana investasi investor berasal dari Debitur KPR. Ada pun tagihan KPR yang disekuritisasi merupakan tagihan-tagian dari debitur dengan kriteria tertentu hingga mampu menjamin kepercayaan perbankan dan pemerintah untuk diterbitkan sebagai EBA Ritel.
Alasan kedua ya karena cuan yang didapat oleh investor bersifat fix income dengan bunga yang lebih besar dari deposito.
Bunga per tahun yang didapatkan oleh investor memiliki nilai di atas deposito yakni sekitar 8.75%. Keuntungan yang didapat pun bersifat fiks di mana pendapatan yang masuk tidak mengalami fluktuasi yang upredictable seperti nilai saham. Dengan demikian, pendapatan investor cenderung stabil. Ada pula kupon yang dibayarkan per 3 bulan.
Keuntungan ekonomis lainnya dari investasi ini adalah nilai transaksi yang minimal. Investor bisa memulai investasi dari harga Rp100.000 saja. Berbeda dengan nilai transaksi ketika EBA bersifat eksklusif yakni sekitar Rp5 milyar untuk investor besar (sultan).
Alasan ketiga adalah fleksibilitas dana liquid. Investasi di EBA Ritel memberikan keleluasaan kepada investor untuk memperdagangkan kembali instrumen yang dimiliki di pasar sekunder. Instrumen yang kembali dijual selalu akan mendapatkan pembelinya.
Penyelesaiannya pun terhitung cepat dengan penyelesaian T+1. Penyelesaian T+1 artinya adalah dana hasil penjualan instrumen bisa cair hingga jangka waktu 1 hari setelah transaksi jual beli. Investasi ini cocok sekali untuk investor pemula yang masih belajar cara berinvestasi dengan baik, atau bagi investor yang mendapati kebutuhan akan dana yang bersifat mendesak.
Untuk memahami lebih lanjut tentang investasi EBA Ritel, kini sudah banyak informasi yang disiarkan oleh PT. Sarana Multigriya Finansial lewat berbagai sosial medianya. Seperti halnya Webinar bertajuk INVESTALK VOL. 1 di kanal youtube atau via instagram resminya di @inveseries dan @ptsmfpersero.
Hingga kini, transaksi atau investasi EBA Ritel hanya bisa dilakukan melalui platform BIONS. BIONS (BNI Sekuritas Innovative Online Trading System) adalah platform investasi yang berada di bawah naungan BNI Sekuritas. Namun, nasabah dari bank lain pun bisa membuat akun dan melakukan investasi EBA Ritel di sana.
Registasi BIONS bisa dilakukan dengan mengunduh aplikasi mobile-nya via Play Store atau App store. Kamu juga bisa melakukan registrasi melalui tautan web di Go Beyond with BIONS.
Melek literasi finansial ternyata sangat penting!
Menjadi PNS sama halnya dengan menekuni bidang profesi yang lain, kebutuhan pasti selalu ada. Namun, setelah belajar mengenai literasi finansial, saya sadar bahwa mengorbankan sesuatu yang kita miliki dengan susah payah (seperti SK PNS) untuk mendapatkan pinjaman bukanlah hal yang bijak.
Dalam mempersiapkan masa depan, dengan investasi yang aman dan cuan insyaallah akan lebih berkah. Apalagi jika investasi EBA Ritel. Selain mendapatkan banyak keuntungan serupa dengan yang telah dibahas, Investasi EBA Ritel sama dengan ikut serta dalam membangun negeri.
Salah satunya adalah dengan membantu negara memenuhi kebutuhan akan ketersediaan dana dalam upaya kepemilikan rumah bagi masyarakat tertentu yang membutuhkan. Kontribusi yang tidak hanya nasionalis, namun juga ber-profit luas untuk banyak pihak. Literally, Impactful Investor!
Artikel ini diikutsertakan dalam kompetisi #SININULIS yang diadakan oleh SMF dan Inveseries